Februari ini menjadi titik awal dalam hidupku. Aku melangkahkan kaki ke tempat kerja baru, bertemu dengan orang-orang baru, dan menghadapi budaya kerja yang jauh berbeda dari yang sebelumnya aku kenal. Culture shock memang tak terhindarkan, tapi di tengah semua perubahan ini, aku masih dikelilingi oleh orang-orang baik. Aku tahu ini adalah kesempatan besar untuk belajar dan berkembang, untuk menata masa depan yang lebih baik. Namun, di balik semua semangat akan awal baru ini, ada sesuatu yang terus mengikatku pada masa lalu.
Aku sering bertanya pada diriku sendiri, mengapa bayangan masa lalu ini tetap bertahan? Aku tahu, aku dan dia tidak akan pernah bisa bersama. Aku mencoba melupakan, mencoba melangkah maju, tapi entah bagaimana, kenangan itu selalu kembali, seolah-olah enggan pergi dari ingatanku. Aku merasa muak dengan perasaan ini. Aku ingin membuka lembaran baru tanpa dihantui oleh apa yang telah berlalu. Aku ingin percaya bahwa ada kebahagiaan lain yang menungguku di depan sana.
Namun, ketika aku mencoba memulainya, ada keraguan yang menghantuiku. Aku takut. Aku sulit percaya. Aku ragu apakah aku bisa dicintai dengan tulus. Luka lama masih mengajarkan hatiku untuk waspada, membuatku bertanya-tanya apakah kebahagiaan yang baru benar-benar ada untukku.
Mungkin ini bukan tentang melupakan, tapi tentang berdamai dengan masa lalu. Aku harus menerima bahwa beberapa kenangan memang akan selalu ada, tetapi itu tidak berarti aku harus terus hidup di dalamnya. Aku percaya, seiring waktu, rasa sakit akan mereda dan kenangan hanya akan menjadi bagian dari perjalanan panjang yang membentuk diriku.
Aku ingin terus berjalan. Aku ingin percaya bahwa ada seseorang di luar sana yang mampu mencintaiku tanpa bayang-bayang masa lalu. Aku ingin membuka hatiku lagi, meski perlahan. Aku tahu ini akan sulit, tetapi aku juga tahu, aku tidak sendirian.
Februari ini adalah awal, dan aku ingin menjadikannya titik balik. Mungkin bukan awal yang sempurna, tetapi ini adalah langkah pertama menuju sesuatu yang lebih baik. Aku akan terus mencoba, sedikit demi sedikit, sampai akhirnya aku benar-benar bebas untuk melangkah dengan hati yang utuh.