Kita adalah dua tokoh utama dalam buku yang sama, tapi ditulis di bab yang berbeda.
Aku membaca tiap gerak-gerikmu dengan hati yang berdebar, tahu bahwa namaku hidup dalam diam-diam doamu. Aku tahu, kau mencintaiku.
Tapi aku juga tahu—kau tak tahu, bahwa aku pun mencintaimu.
Lucu ya?
Kita sama-sama jatuh hati, tapi tak pernah saling bicara.
Aku menatapmu dengan rindu yang ku sembunyikan dalam senyum, sedang kau menatapku dengan keyakinan bahwa cintamu hanyalah satu arah.
Kau yakin aku tak tahu, aku malah yakin kau tak peduli.
Takdir menuliskan kita di halaman yang terlalu jauh untuk saling sentuh.
Kita berjalan dalam cerita yang sama, tapi tak pernah benar-benar bertemu.
Ada kalimat-kalimat yang ingin kuucapkan, tapi selalu terselip di antara jeda dan ragu.
Sedang kau, menunggu aku membaca isyarat-isyarat yang kau tulis dalam diam.
Dan begitulah kita, dua orang yang saling mencintai…
Tapi membiarkan cinta itu layu dalam diam, karena terlalu takut untuk membuka halaman baru.
Karena terlalu yakin bahwa perasaan ini tak bersambut—padahal sebenarnya, hanya salah membaca bab satu sama lain.
Mungkin ini memang kisah kita:
Bukan tentang akhir bahagia,
tapi tentang dua hati yang saling mencinta,
namun terjebak dalam kesunyian kata-kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar